KASUS
PELANGGARAN ETIKA KAP Hans Tuanakotta and Mustofa
(Deloitte
Touche Tohmatsu's affiliate)
Terkait
dengan kasus penggelembungan dana yang diduga telah dilakukan oleh KAP ini dan
juga keterlibatannya dengan beberapa perusahaan, sebut saja PT. Kimia Farma
yang juga melibatkan Ludovicus Sensi W rekan KAP Hans Tuanakota Mustofa (HTM)
selaku auditor PT.Kimia Farma.
Seperti
diberitakan sebelumnya, KAEF terpaksa melakukan audit ulang laporan keuangan
2001 setelah akuntan publik perseroan, Hans Tuanakotta & Mustofa (HTM),
menemukan sejumlah kesalahan pencatatan yang berdampak pada naiknya jumlah laba
bersih. Setelah dilakukan audit ulang, ditemukan kesalahan pencatatan bernilai
total Rp 32,558 miliar dengan porsi terbesar di pos pajak.
Menurut
auditor dari HTM, Ludovicus Sensi W, restated tersebut dilakukan karena adanya
fundamental error dalam laporan keuangan 2001 Kimia Farma. Dia mengakui
kesalahan pencatatan ditemukan sejak Mei 2001 pada saat pihaknya melakukan
audit sehubungan dengan rencana go public Kimia Farma pada Juli 2001.
Penemuan
itu, lanjut Ludovicus, kemudian diinformasikan kepada manajemen perseroan dan
pihak terkait, yakni Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam) dan Kementerian Badan
Usaha Milik Negara (BUMN).
“Kami
informasikan bahwa ada salah saji secara material dalam laporan keuangan
tersebut. Untung saja manajemen Kimia Farma tidak menolak dilakukan restated,
sehingga kami tidak jadi menarik opini kami,” kata Ludovicus.
Dalam
restated laporan keuangan 2001, penjualan bersih turun dari Rp 1,422 triliun
menjadi Rp 1,409 triliun dan beban pokok penjualan naik dari Rp 909,290 miliar
menjadi Rp 950,875 miliar. Sementara beban usaha turun dari Rp 339,589 miliar
menjadi Rp 331,351 miliar dan laba usaha turun dari Rp 173,882 miliar menjadi
Rp 127,340 miliar.
Selain itu,
laba sebelum pajak turun dari Rp 185,154 miliar menjadi Rp 138,612 miliar.
Dengan koreksi beban pajak dari Rp 52,891 miliar menjadi Rp 39,017 miliar, laba
bersih menjadi hanya Rp 99,594 miliar dari sebelumnya Rp 132,263 miliar.
Seperti diketahui, perusahaan farmasi
terbesar di Indonesia itu telah mencatatkan laba bersih 2001 sebesar Rp 132,3
miliar. Namun kemudian Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam) menilai, pencatatan
tersebut mengandung unsur rekayasa dan telah terjadi penggelembungan. Terbukti
setelah dilakukan audit ulang, laba bersih 2001 seharusnya hanya sekitar Rp 100
miliar. Sehingga diperlukan lagi audit ulang laporan keuangan per 31 Desember
2001 dan laporan keuangan per 30 Juni 2002 yang nantinya akan dipublikasikan
kepada publik.
Berikut hasil dari pengamatan Bapepam mengenai
kasus tersebut:
1.
Kasus ini bermula dari ditemukannya hal-hal sebagai berikut:
a. Dalam
rangka retrukturisasi PT Kimia Farma Tbk. (PT KAEF), Sdr. Ludovicus Sensi W
selaku partner dari KAP HTM yang diberikan tugas untuk mengaudit laporan
keuangan PT KAEF untuk masa 5 bulan yang berakhir pada 31 Mei 2002, menemukan
dan melaporkan adanya kesalahan dalam penilaian persediaan barang jadi dan
kesalahan pencatatan penjualan untuk tahun yang berakhir per 31 Desember 2001.
b. Selanjutnya
diikuti dengan pemberitaan di harian Kontan yang menyatakan bahwa Kementerian
BUMN memutuskan penghentian proses divestasi saham milik Pemerintah di PT KAEF
setelah melihat adanya indikasi penggelembungan keuntungan (overstated) dalam laporan
keuangan pada semester I tahun 2002.
2.
Berdasarkan hasil pemeriksaan Bapepam, diperoleh bukti sebagai berikut :
a.
Terdapat kesalahan penyajian dalam laporan keuangan PT KAEF, adapun dampak
kesalahan tersebut mengakibatkan overstated laba pada laba bersih untuk tahun
yang berakhir 31 Desember 2001 sebesar Rp 32,7 miliar yang merupakan 2,3% dari
penjualan dan 24,7% dari laba bersih PT Kimia Farma Tbk.
b.
Kesalahan tersebut terdapat pada unit-unit sebagai berikut:
Unit
Industri Bahan Baku
− Kesalahan berupa overstated pada penjualan
sebesar Rp 2,7 miliar.
Unit Logistik Sentral
− Kesalahan berupa overstated pada persediaan
barang sebesar Rp 23,9 miliar Unit Pedagang Besar Farmasi (PBF)
−
Kesalahan berupa overstated pada persediaan barang sebesar Rp 8,1 miliar.
−
Kesalahan berupa overstated pada penjualan sebesar Rp 10,7 miliar.
c.
Bahwa kesalahan penyajian tersebut, dilakukan oleh Direksi periode 1998–Juni
2002 dengan cara:
−
Membuat 2 (dua) daftar harga persedian (master prices) yang berbeda masing-masing
diterbitkan pada tanggal 1 Februari 2002 dan 3 Februari 2002, dimana keduanya
merupakan master prices yang telah diotorisasi oleh pihak yang berwenang yaitu
Direktur Produksi PT KAEF. Master prices per 3 Februari 2002 merupakan masterprices
yang telah disesuaikan nilainya (penggelembungan) dan dijadikan dasar sebagai
penentuan nilai persediaan pada unit distribusi PT KAEF per 31 Desember 2001.
−
Melakukan pencatatan ganda atas penjualan pada unit PBF dan unit Bahan Baku.
Pencatatan ganda tersebut dilakukan pada unit-unit yang tidak disampling oleh
Akuntan.
d.
Berdasarkan uraian tersebut di atas, tindakan yang dilakukan oleh PT KAEF
terbukti melanggar:
−
Peraturan Bapepam Nomor VIII.G.7 tentang Pedoman Penyajian Laporan Keuangan.
e.
Berdasarkan pemeriksaan yang telah dilakukan, terbukti bahwa Akuntan yang melakukan
audit Laporan Keuangan per 31 Desember 2001 PT KAEF:
− Telah melakukan prosedur audit termasuk
prosedur audit sampling yang telah diatur dalam Standar Profesional Akuntan
Publik, dan tidak diketemukan adanya unsur kesengajaan membantu manajemen PT
KAEF dalam penggelembungan keuntungan tersebut. Namun demikian proses audit
tersebut tidak berhasil mendeteksi adanya penggelembungan laba yang dilakukan
oleh PT KAEF.
3.
Sehubungan dengan temuan tersebut, maka sesuai dengan Pasal 102 Undang-undang
Nomor 8 tahun 1995 tentang Pasar Modal jo Pasal 61 Peraturan Pemerintah Nomor
45 tahun 1995 jo Pasal 64 Peraturan Pemerintah Nomor 45 tahun 1995 tentang
Penyelenggaraan Kegiatan di Bidang Pasar Modal maka PT Kimia Farma (Persero)
Tbk. Dikenakan sanksi administratif berupa denda yaitu sebesar Rp.
500.000.000,- (lima ratus juta rupiah);
4.
Sesuai Pasal 5 huruf n Undang-undang Nomor 8 tahun 1995 tentang Pasar Modal
maka:
a.
Direksi Lama PT Kimia Farma (Persero) Tbk. periode 1998 – Juni 2002 diwajibkan
membayar sejumlah Rp 1.000.000.000,- (satu miliar rupiah) untuk disetor ke Kas
Negara, karena melakukan kegiatan praktek penggelembungan atas laporan keuangan
per 31 Desember 2001;
b.
Sdr. Ludovicus Sensi W, Rekan KAP Hans Tuanakotta dan Mustofa selaku auditor PT
Kimia Farma (Persero) Tbk. diwajibkan membayar sejumlah Rp. 100.000.000,-
(seratus juta rupiah) untuk disetor ke Kas Negara, karena atas resiko audit
yang tidak berhasil mendeteksi adanya penggelembungan laba yang dilakukan oleh
PT Kimia Farma (Persero) Tbk. tersebut, meskipun telah melakukan prosedur audit
sesuai dengan Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP), dan tidak diketemukan
adanya unsur kesengajaan.
Analisis:
1. Jenis
pelanggaran?
Pelanggaran
yang telah dilakukan oleh KAP Hans Tuanakotta and
Mustofa (Deloitte Touche
Tohmatsu's affiliate) adalah
melanggar prinsip dasar etika profesi akuntan, terutama integritas,
objektivitas, dan perilaku profesional.
2.
Siapa yang
melakukan pelanggaran?
Akuntan
publik Hans Tuanakotta & Mustofa ikut bersalah dalam manipulasi laporan
keuangan, karena sebagai auditor independen akuntan publik Hans Tuanakotta
& Mustofa (HTM) seharusnya mengetahui laporan-laporan yang diauditnya itu
apakah berdasarkan laporan fiktif atau tidak. Juga Sdr. Ludovicus Sensi W
sebagai rekan kerjanya.
Untuk
kasus PT. Kimia Farma, Direksi lama dan pihak manajemen yang melakukan
pelanggaran.
3.
Apa akibatnya?
Risiko ini
berdampak pada reputasi HTM dimata pemerintah ataupun publik, dan pada akhirnya
HTM harus menghadapi konsekuensi risiko seperti hilangnya kepercayaan publik
dan pemerintah akan kemampuan HTM, penurunan pendapatan jasa audit, hingga yang
terburuk adalah kemungkinan ditutupnya Kantor Akuntan Publik tersebut.
Diluar
risiko bisnis, risiko etika yang dihadapi KAP HTM ini cenderung pada
kemungkinan dilakukannya kolaborasi dengan manajemen Kimia Farma dalam manipulasi
laporan keuangan. Walaupun secara fakta KAP HTM terbukti tidak terlibat dalam
kasus manipulasi tersebut, namun hal ini bisa saja terjadi.
4. Apa tindakan Pemerintah terhadap pelanggaran
tersebut?
Tindakan pemerintah
dilakukan dimulai dari Bapepam (Badan Pengawas Pasar Modal) yang melakukan
pemeriksaan laporan keuangan dan menemukan kesalahan yang terjadi. Lalu ditindaklanjuti
oleh BP2AP (Badan Peradilan Profesi Akuntan Publik) yaitu
lembaga non pemerintah yang dibentuk oleh Ikatan Akuntan
Indonesa (IAI) dan pemberian sanksi administratif berupa denda, peringatan
tertulis, pembekuan izin usaha, atau pencabutan izin usaha.
5. Melanggar UU pasal berapa?
Melanggar UU
nomor 5 tahun 2011 tentang akuntan publik (Pasal 55 dan Pasal 56).
Tanggapan:
Menurut saya,
dengan adanya kasus seperti ini terutama melibatkan salah satu KAP besar di
Indonesia membuat publik terutama menjadi kesulitan untuk menemukan KAP mana
yang dapat dipercaya. Tentunya semua pihak berharap agar tidak ada lagi kasus
seperti ini. Untuk itu diperlukan kerjasama lagi di antara pihak pemerintah,
IAI, maupun akuntan publik sendiri untuk bersama-sama membangun kepercayaan publik
kembali terhadap profesi akuntan.
Sumber: