Tugas 5 HUKUM DAGANG

Sabtu, 20 April 2013



Perdagangan atau Perniagaan pada umumnya adalah pekerjaan membeli barang dari suatu tempat atau pada suatu waktu dan menjual barang itu di tempat lain atau pada waktu yang berikut dengan maksud memperoleh keuntungan. Hukum dagang adalah hukum yang mengatur masalah perdagangan atau perniagaan yaitu masalah yang timbul karena tingkah laku manusia dalam perdagangan atau perniagaan.

1. Hubungan Hukum Perdata dengan Hukum Dagang
Hukum dagang adalah hukum perikatan yang timbul khusus dari lapangan perusahaan. Hukum perdata diatur dalam KUH Perdata dan Hukum Dagang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD). Kesimpulan ini sekaligus menunjukkan bagaimana hubungan antara hukum dagang dan hukum perdata. Hukum perdata merupakan hukum umum (lex generalis) dan hukum dagang merupakan hukum khusus (lex specialis).
Dengan diketahuinya sifat dari kedua kelompok hukum tersebut, maka dapat disimpulkan keterhubungannya sebagai lex specialis  derogat lex generalis, artinya hukum yang bersifat khusus mengesampingkan hukum yang bersifat umum. Adagium ini dapat disimpulkan dari pasal 1 Kitab undang-Undang Hukum Dagang yang pada pokoknya menyatakan bahwa: “Kitab Undang-Undang Hukum Perdata seberapa jauh dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang tidak khusus diadakan penyimpangan-penyimpangan, berlaku juga terhadap hal-hal yang disinggung dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang.

2.      Berlakunya Hukum Dagang
KUHD mulai berlaku di Indonesia pada tanggal 1 Mei 1848 berdasarkan asas konkordansi.
Menurut Prof. Subekti SH, adanya KUHD disamping KUHS sekrang ini tidak pada tempatnya, karena KUHD tidak lain adalah KUHPerdata. Dan perkataan “dagang” bukan suatu pengertian hukum melainkan suatu pengertian perekonomian. Dinegeri Belnda sudah ada aliran yang bertujuan menghapuskan pemisahan antara hukum perdata dengan hukum dagang.
Hukum Dagang di Indonesia bersumber pada :
  1. Hukum tertulis yang dikodifikasikan: KUHD dan KUHS
  2. Hukum tertulis yang belum dikodifikasikan yaitu peraturan perundang-undangan khusus yang mengatur tentang hal-hal yang berhubungan dengan perdagangan.
3. Hubungan Pengusaha dengan Pembantunya
Pembantu di dalam Perusahaan
Mempunyai hubungan yang bersifat sub ordinasi, yaitu hubungan atas dan bawah sehingga berlaku suatu perjanjian perburuhan, misalnya pemimpin perusahaan, pemegang prokurasi, pemimpin filial, pedagang keliling, dan pegawai perusahaan.
Pembantu di luar Perusahaan
Mempunyai hubungan yang bersifat koordinasi, yaitu hubungan yang sejajar sehingga berlaku suatu perjanjian pemberian kuasa dan penerima kuasa yang akan menerima upah, misalnya pengacara, notaris, agen perusahaan, makelar, dan komisioner.

4. Pengusaha dan Kewajibannya
Membuat pembukuan (sesuai dengan Pasal 6 KUH Dagang YO UU No. 8 Tahun 1997 tentang Dokumen perusahaan).
Mendaftarkan perusahaan (sesuai dengan UU No. 3 Tahun 1982 tentang Wajib Daftar Perusahaan).

5. Bentuk-bentuk Badan Usaha
Berdasarkan jumlah pemiliknya yaitu:
  1. Perusahaan perseorangan, perusahaan yang dimiliki oleh seorang pengusaha atau perseorangan.
  2. Perusahaan Persekutuan, perusahaan yang dimiliki oleh beberapa orang pengusaha yang bekerja sama dalam satu persekutuan.
Berdasarkan status hukumnya yaitu:
  1. Perusahaan berbadan hukum, subjek hukum yang mempunyai kepentingan sendiri terpisah dari kepentingan anggotanya, mempunyai harta sendiri terpisah dari harta anggotanya, punya tujuan tersendiri terpisah dari tujuan pribadi anggotanya dan tanggung jawab pemegang saham terbatas kepada nilai saham yang diambilnya.
  2. Perusahaan bukan berbadan hukum, harta pribadi para sekutu juga terpakai untuk memenuhi kewajiban perusahaan tersebut, biasanya berbentuk perseorangan maupun persekutuan.
Berdasarkan status pemilik yaitu:
  1. Perusahaan swasta, perusahaan yang seluruh modalnya dimiliki oleh swasta dan tidak ada campur tangan pemerintah.
  2. Perusahaan Negara (BUMN), perusahaan yang seluruh atau sebagian modalnya dimiliki oleh negara.
6. Perseroan Terbatas
Badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam undang-undang ini (UU no. 40 tahun 2007).

7. Koperasi
Koperasi adalah badan usaha yang beranggotakan orang-orang atau badan hukum koperasi yang melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang didasarkan atas kekeluargaan (UU no. 25 tahun 1992).

8. Yayasan
Yayasan adalah badan hukum yang tidak mempunyai anggota yang dikelola oleh pengurus dan didirikan untuk tujuan sosial.

9. Badan Usaha Milik Negara
Badan usaha yang seluruh atau sebagian modalnya dimiliki oleh negara melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan (UU no. 19 tahun 2003).
Modal BUMN :
  • APBN, termasuk proyek-proyek apbn yang dikelolah oleh bumn dan atau piutang negara pada bumn yang dijadikan sebagai penyertaan modal negara.
  • Kapitalisasi cadangan, yaitu penambahan modal yang disetor berasal dari cadangan.
  • Sumber lainnya, antara lain dari keuntungan reevaluasi aset.
Sumber:
Amaludin, SIP, MM. Badan-badan usaha.ppt

Tugas 4 HUKUM PERJANJIAN



     Perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seorang atau suatu pihak berjanji kepada seorang atau pihak lain atau dimana dua orang atau dua pihak itu saling berjanji untuk melaksanakan suatu hal (Pasal 1313 KUHPer). Perjanjian itu menerbitkan suatu perikatan antara dua pihak yang membuatnya. Dalam bentuknya, perjanjian itu berupa suatu rangkaian perkataan yang mengandug janji-janji atau kesanggupan yang diucapkan atau ditulis.
1. Standar Kontrak
Standar kontrak adalah suatu kontrak tertulis yang dibuat hanya oleh salah satu pihak dalam kontrak tersebut, yang umumnya sudah tercetak dalam bentuk formulir-formulir tertentu sehingga ketika kontrak ditandatangani umumnya para pihak hanya tinggal mengisi data-data informatif tertentu dengan sedikit atau tanpa ada perubahan dalam klausul-klausulnya.
Contoh kontrak baku :
· kontrak (polis) asuransi
· kontrak sewa guna usaha
· kontrak sewa menyewa
· kontrak pembuatan credit card, dll
2.  Macam-macam Perjanjian
Di dalam pasal 1319 KUHPdt, perjanjian dibedakan menjadi dua macam yaitu perjanjian bernama (nominaat) dan tidak bernama (innominaat). 
  • Kontrak nominaat
     Kontrak nominaat adalah kontrak-kontrak atau perjanjian yang sudah dikenal dalam KUHPdt.  Dalam KUHPdt ada lima belas jenis kontrak nominaat, yaitu : jual beli, tukar menukar, sewa menyewa, perjanjian melakukan pekerjaan, persekutuan perdata, badan hukum, hibah, penitipan barang, pinjam pakai, pinjam meminjam, pemberian kuasa, bunga tetap atau abadi, perjanjian untung-untungan, penanggungan utang, dan perjanjian perdamaian (dading).
  • Kontrak innominaat
    Kontrak innominaat adalah kontrak yang timbul, tumbuh dan hidup dalam masyarakat dan kontrak ini belum dikenal pada saat KUHPdt diundangkan.  Hukum kontrak innominaat (spesialis) merupakan bagian dari hukum kontrak (generalis).  Beberapa jenis kontrak innominaat :perjanjian sewa beli, perjanjian sewa guna (leasing), perjanjian anjak piutang (factoring), dan modal ventura (joint venture). 
3. Syarat Sahnya Perjanjian
Ada 4 syarat yaitu : (pasal 1320 KUHPer)
Syarat Subyektif :
      • Sepakat untuk mengikatkan dirinya;
      • Cakap untuk membuat suatu perjanjian;
Syarat Objektif  :
      • Mengenai suatu hal tertentu;
      • Suatu sebab yang halal.
4. Saat Lahirnya Perjanjian
Menurut asas konsensualitas, suatu perjanjian dilahirkan pada detik tercapainya sepakat atau persetujuan antara kedua belah pihak mengenai hal-hal yang pokok dari apa yang menjadi objek perjanjian. Sepakat adalah suatu persesuaian paham dan kehendak antara dua pihak tersebut. Apa yang dikehendaki oleh pihak yang satu adalah juga yang dikehendaki oleh pihak yang lainnya. Kedua kehendak itu bertemu satu sama lain.
5. Pembatalan dan Pelaksanaan Suatu Perjanjian
Pelaksanaan suatu perjanjian
Suatu perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seorang berjanji kepada orang lain, atau dimana dua orang saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu.
Perjanjian dibagi menjadi 3 macam yaitu:
  1. Perjanjian untuk memberikan menyerahkan suatu barang.
  2. Perjanjian untuk berbuat sesuatu
  3. Perjanjian untuk tidak berbuat sesuatu.
Untuk melaksanakan suatu perjanjian, lebih dahulu harus ditetapkan secara tegas dan cermat apa saja isi perjanjian tersebut, atau juga dapat dikatakan: apa saja hak dan kewajiban masing-masing pihak. Dalam pasal 1339 KUHPer, suatu perjanjian tidak hanya mengikat untuk hal-hal yang dengan tegas dinyatakan dalam perjanjian, tetapi juga segala sesuatu yang menurut sifatnya perjanjian diharuskan (diwajibkan) oleh kepatuhan,kebiasaan, dan undang-undang. Jadi, dalam pelaksanaannya ditetapkan bahwa ada tiga sumber norma-norma yang ikut mengisi suatu perjanjian, yaitu Undang-undang, kebiasaan, dan kepatuhan.
Pembatalan suatu perjanjian
Dalam syarat-syarat untuk sahnya apabila suatu syarat objektif tidak terpenuhi, maka perjanjiannya adalah batal demi hukum (null and void). Dalam hal yang demikian maka secara yuridis dari semula tidak ada suatu perjanjian dan tidak ada pula suatu perikatan antara orang-orang yang bermaksud membuat perjanjian itu. Pihak yang satu tidak dapat menuntut pihak yang lain di muka hakim, karena dasar hukumnya tidak ada. Hakim ini diwajibkan, karena jabatannya, menyatakan bahwa tidak pernah ada suatu perjanjian atau perikatan.
Apabila pada waktu pembuatan perjanjian ada kekurangan mengenai syarat yang subjektif, maka perjanjian itu bukannya batal demi hukum, tetapi dapat dimintakan pembatalannya (cancelling) oleh salah satu pihak. Pihak ini adalah pihak yang tidak cakap menurut hukum dan pihak yang memberikan perijinan atau menyetujui itu secara tidak bebas. Dalam hukum perjanjian ada tiga sebab yang membuat perjanjian tadi tidak bebas, yaitu paksaan, kekhilafan, dan penipuan.
Memintanya pembatalan itu oleh pasal 1454 KUHPer dibatasi sampai suatu batas waktu tertentu yaitu 5 tahun, waktu mana mulai berlaku: dalam halnya ketidakcakapan suatu pihak, sejak orang ini menjadi cakap menurut hukum, dalam halnya paksaan, sejak hari paksaan itu telah berhenti. Memang ada dua cara untuk meminta pembatalan perjanjian ini. Pertama, pihak yang berkepentingan dapat secara aktif yaitu sebagai penggugat meminta kepada hakim supaya perjanjian itu dibatalkan. Cara yang kedua ialah menunggu sampai ia digugat di muka hakim untuk memenuhi perjanjian tersebut.
Sumber:

HUKUM PERIKATAN

Senin, 01 April 2013


1.      Pengertian Hukum Perikatan
Hukum perikatan (kadang disebut juga sebagai perjanjian), yaitu hukum hukum yang mengatur tentang hak dan kewajiban antara subjek hukum di bidang perikatan, antara lain tentang jenis-jenis perikatan (yang terdiri dari perikatan yang timbul dari UU dan perikatan yang timbul dari adanya perjanjian), syarat-syarat dan tata cara pembuatan suatu perjanjian.
2.      Dasar Hukum Perikatan
Berdasarkan KUH Perdata terdapat 2 sumber yaitu sebagai berikut:
a.       Perjanjian (kontrak)
b.      Bukan dari perjanjian (dari undang-undang)
Hak dan kewajiban ditentukan oleh UU. Yang mana perikatan ini dibagi menjadi 2, yaitu (1) Perikatan yang terjadi karena UU semata dan (2) perikatan terjadi karena UU akibat perbuatan manusia yang menurut hukum terjadi karena perbuatan yang diperbolehkan (sah atau tidak melanggar hukum) dan yang bertentangan dengan hukum (tidak sah atau melanggar hukum)
3.      Asas-asas dalam Hukum Perikatan
Asas-asas dalam hukum perjanjian diatur dalam buku III KUH Perdata, yaitu menganut:
a.       Asas kebebasan berkontrak
Pasal 1338 KUH Perdata yang menyebutkan bahwa segala sesuatu perjanjian yang dibuat adalah sah bagi para pihak yang membuatnya dan berlaku sebagai UU bagi mereka yang membuatnya.
b.      Asas konsensualisme
Perjanjian itu lahir pada saat tercapainya kata sepakat antara para pihak mengenai hal-hal yang pokok.
4.      Wanprestasi dan Akibat-akibatnya
Wanprestasi timbul apabila salah satu pihak (debitur) tidak melakukan apa yang diperjanjikan, misalnya ia lalai atau ingkar janji.
Akibat-akibat wanprestasi yaitu sebagai berikut:
a.       Membayar kerugian yang diderita oleh kreditur (ganti rugi), melputi 3 unsur yaitu biaya, rugi, dan bunga.
b.      Pembatalan perjanjian atau pemecahan perjanjian. Pasal 1247 dan pasal 1248 KUH Perdata.
c.       Peralihan risiko. Pasal 1237 KUH Perdata.
5.      Hapusnya Perikatan
Perikatan bias hapus jika memenuhi kriteria-kriteria sesuai dengan pasal 1381 KUH Perdata. Perikatan hapus:
Karena pembayaran; (KUHPerd. 1382 dst). Karena penawaran pembayaran tunai, diikuti dengan penyimpanan atau penitipan; (KUHPerd. 1404 dst). Karena pembaharuan utang; (KUHPerd. 1413 dst). Karena perjumpaan utang atau kompensasi; (KUHPerd. 1425 dst). Karena pencampuran utang; (KUHPerd. 1436 dst). Karena pembebasan utang; (KUHPerd. 1438 dst). Karena musnahnya barang yang terutang; (KUHPerd. 1444 dst). Karena kebatalan dan pembatalan; (KUHPerd. 1446 dst), karena berlakunya suatu syarat pembatalan dan karena kadaluarsa.

Sumber: