Tugas 4 HUKUM PERJANJIAN

Sabtu, 20 April 2013



     Perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seorang atau suatu pihak berjanji kepada seorang atau pihak lain atau dimana dua orang atau dua pihak itu saling berjanji untuk melaksanakan suatu hal (Pasal 1313 KUHPer). Perjanjian itu menerbitkan suatu perikatan antara dua pihak yang membuatnya. Dalam bentuknya, perjanjian itu berupa suatu rangkaian perkataan yang mengandug janji-janji atau kesanggupan yang diucapkan atau ditulis.
1. Standar Kontrak
Standar kontrak adalah suatu kontrak tertulis yang dibuat hanya oleh salah satu pihak dalam kontrak tersebut, yang umumnya sudah tercetak dalam bentuk formulir-formulir tertentu sehingga ketika kontrak ditandatangani umumnya para pihak hanya tinggal mengisi data-data informatif tertentu dengan sedikit atau tanpa ada perubahan dalam klausul-klausulnya.
Contoh kontrak baku :
· kontrak (polis) asuransi
· kontrak sewa guna usaha
· kontrak sewa menyewa
· kontrak pembuatan credit card, dll
2.  Macam-macam Perjanjian
Di dalam pasal 1319 KUHPdt, perjanjian dibedakan menjadi dua macam yaitu perjanjian bernama (nominaat) dan tidak bernama (innominaat). 
  • Kontrak nominaat
     Kontrak nominaat adalah kontrak-kontrak atau perjanjian yang sudah dikenal dalam KUHPdt.  Dalam KUHPdt ada lima belas jenis kontrak nominaat, yaitu : jual beli, tukar menukar, sewa menyewa, perjanjian melakukan pekerjaan, persekutuan perdata, badan hukum, hibah, penitipan barang, pinjam pakai, pinjam meminjam, pemberian kuasa, bunga tetap atau abadi, perjanjian untung-untungan, penanggungan utang, dan perjanjian perdamaian (dading).
  • Kontrak innominaat
    Kontrak innominaat adalah kontrak yang timbul, tumbuh dan hidup dalam masyarakat dan kontrak ini belum dikenal pada saat KUHPdt diundangkan.  Hukum kontrak innominaat (spesialis) merupakan bagian dari hukum kontrak (generalis).  Beberapa jenis kontrak innominaat :perjanjian sewa beli, perjanjian sewa guna (leasing), perjanjian anjak piutang (factoring), dan modal ventura (joint venture). 
3. Syarat Sahnya Perjanjian
Ada 4 syarat yaitu : (pasal 1320 KUHPer)
Syarat Subyektif :
      • Sepakat untuk mengikatkan dirinya;
      • Cakap untuk membuat suatu perjanjian;
Syarat Objektif  :
      • Mengenai suatu hal tertentu;
      • Suatu sebab yang halal.
4. Saat Lahirnya Perjanjian
Menurut asas konsensualitas, suatu perjanjian dilahirkan pada detik tercapainya sepakat atau persetujuan antara kedua belah pihak mengenai hal-hal yang pokok dari apa yang menjadi objek perjanjian. Sepakat adalah suatu persesuaian paham dan kehendak antara dua pihak tersebut. Apa yang dikehendaki oleh pihak yang satu adalah juga yang dikehendaki oleh pihak yang lainnya. Kedua kehendak itu bertemu satu sama lain.
5. Pembatalan dan Pelaksanaan Suatu Perjanjian
Pelaksanaan suatu perjanjian
Suatu perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seorang berjanji kepada orang lain, atau dimana dua orang saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu.
Perjanjian dibagi menjadi 3 macam yaitu:
  1. Perjanjian untuk memberikan menyerahkan suatu barang.
  2. Perjanjian untuk berbuat sesuatu
  3. Perjanjian untuk tidak berbuat sesuatu.
Untuk melaksanakan suatu perjanjian, lebih dahulu harus ditetapkan secara tegas dan cermat apa saja isi perjanjian tersebut, atau juga dapat dikatakan: apa saja hak dan kewajiban masing-masing pihak. Dalam pasal 1339 KUHPer, suatu perjanjian tidak hanya mengikat untuk hal-hal yang dengan tegas dinyatakan dalam perjanjian, tetapi juga segala sesuatu yang menurut sifatnya perjanjian diharuskan (diwajibkan) oleh kepatuhan,kebiasaan, dan undang-undang. Jadi, dalam pelaksanaannya ditetapkan bahwa ada tiga sumber norma-norma yang ikut mengisi suatu perjanjian, yaitu Undang-undang, kebiasaan, dan kepatuhan.
Pembatalan suatu perjanjian
Dalam syarat-syarat untuk sahnya apabila suatu syarat objektif tidak terpenuhi, maka perjanjiannya adalah batal demi hukum (null and void). Dalam hal yang demikian maka secara yuridis dari semula tidak ada suatu perjanjian dan tidak ada pula suatu perikatan antara orang-orang yang bermaksud membuat perjanjian itu. Pihak yang satu tidak dapat menuntut pihak yang lain di muka hakim, karena dasar hukumnya tidak ada. Hakim ini diwajibkan, karena jabatannya, menyatakan bahwa tidak pernah ada suatu perjanjian atau perikatan.
Apabila pada waktu pembuatan perjanjian ada kekurangan mengenai syarat yang subjektif, maka perjanjian itu bukannya batal demi hukum, tetapi dapat dimintakan pembatalannya (cancelling) oleh salah satu pihak. Pihak ini adalah pihak yang tidak cakap menurut hukum dan pihak yang memberikan perijinan atau menyetujui itu secara tidak bebas. Dalam hukum perjanjian ada tiga sebab yang membuat perjanjian tadi tidak bebas, yaitu paksaan, kekhilafan, dan penipuan.
Memintanya pembatalan itu oleh pasal 1454 KUHPer dibatasi sampai suatu batas waktu tertentu yaitu 5 tahun, waktu mana mulai berlaku: dalam halnya ketidakcakapan suatu pihak, sejak orang ini menjadi cakap menurut hukum, dalam halnya paksaan, sejak hari paksaan itu telah berhenti. Memang ada dua cara untuk meminta pembatalan perjanjian ini. Pertama, pihak yang berkepentingan dapat secara aktif yaitu sebagai penggugat meminta kepada hakim supaya perjanjian itu dibatalkan. Cara yang kedua ialah menunggu sampai ia digugat di muka hakim untuk memenuhi perjanjian tersebut.
Sumber:

0 komentar: