Perjanjian adalah suatu peristiwa
dimana seorang atau suatu pihak berjanji kepada seorang atau pihak lain atau
dimana dua orang atau dua pihak itu saling berjanji untuk melaksanakan suatu
hal (Pasal 1313 KUHPer). Perjanjian itu menerbitkan suatu perikatan antara dua
pihak yang membuatnya. Dalam bentuknya, perjanjian itu berupa suatu rangkaian
perkataan yang mengandug janji-janji atau kesanggupan yang diucapkan atau
ditulis.
1. Standar Kontrak
Standar
kontrak adalah suatu kontrak tertulis yang dibuat hanya oleh salah satu pihak
dalam kontrak tersebut, yang umumnya sudah tercetak dalam bentuk
formulir-formulir tertentu sehingga ketika kontrak ditandatangani umumnya para
pihak hanya tinggal mengisi data-data informatif tertentu dengan sedikit atau
tanpa ada perubahan dalam klausul-klausulnya.
Contoh
kontrak baku :
· kontrak (polis)
asuransi
· kontrak sewa guna
usaha
· kontrak sewa
menyewa
· kontrak pembuatan
credit card, dll
2. Macam-macam Perjanjian
Di dalam pasal 1319 KUHPdt, perjanjian dibedakan menjadi
dua macam yaitu perjanjian bernama (nominaat) dan tidak bernama (innominaat).
Kontrak nominaat adalah
kontrak-kontrak atau perjanjian yang sudah dikenal dalam KUHPdt. Dalam KUHPdt ada lima belas jenis kontrak
nominaat, yaitu : jual beli,
tukar menukar, sewa menyewa, perjanjian melakukan pekerjaan, persekutuan
perdata, badan hukum, hibah, penitipan barang, pinjam pakai, pinjam meminjam,
pemberian kuasa, bunga tetap atau abadi, perjanjian untung-untungan,
penanggungan utang, dan perjanjian perdamaian (dading).
Kontrak innominaat
adalah kontrak yang timbul, tumbuh dan hidup dalam masyarakat dan kontrak ini
belum dikenal pada saat KUHPdt diundangkan.
Hukum
kontrak innominaat (spesialis) merupakan bagian dari hukum kontrak
(generalis). Beberapa jenis kontrak innominaat :perjanjian sewa beli, perjanjian
sewa guna (leasing), perjanjian anjak
piutang (factoring), dan modal
ventura (joint venture).
3. Syarat Sahnya Perjanjian
Ada 4
syarat yaitu : (pasal 1320 KUHPer)
Syarat Subyektif
:
- Sepakat untuk mengikatkan dirinya;
- Cakap untuk membuat suatu perjanjian;
Syarat Objektif :
- Mengenai suatu hal tertentu;
4. Saat
Lahirnya Perjanjian
Menurut asas konsensualitas, suatu
perjanjian dilahirkan pada detik tercapainya sepakat atau persetujuan antara
kedua belah pihak mengenai hal-hal yang pokok dari apa yang menjadi objek
perjanjian. Sepakat adalah suatu persesuaian paham dan kehendak antara dua
pihak tersebut. Apa yang dikehendaki oleh pihak yang satu adalah juga yang
dikehendaki oleh pihak yang lainnya. Kedua kehendak itu bertemu satu sama lain.
5. Pembatalan dan Pelaksanaan Suatu
Perjanjian
Pelaksanaan suatu
perjanjian
Suatu perjanjian adalah suatu
peristiwa dimana seorang berjanji kepada orang lain, atau dimana dua orang
saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu.
Perjanjian dibagi menjadi 3 macam
yaitu:
- Perjanjian untuk memberikan
menyerahkan suatu barang.
- Perjanjian untuk berbuat sesuatu
- Perjanjian untuk tidak berbuat
sesuatu.
Untuk melaksanakan suatu perjanjian,
lebih dahulu harus ditetapkan secara tegas dan cermat apa saja isi perjanjian
tersebut, atau juga dapat dikatakan: apa saja hak dan kewajiban masing-masing
pihak. Dalam pasal 1339 KUHPer, suatu perjanjian tidak hanya mengikat untuk
hal-hal yang dengan tegas dinyatakan dalam perjanjian, tetapi juga segala
sesuatu yang menurut sifatnya perjanjian diharuskan (diwajibkan) oleh
kepatuhan,kebiasaan, dan undang-undang. Jadi, dalam pelaksanaannya ditetapkan
bahwa ada tiga sumber norma-norma yang ikut mengisi suatu perjanjian, yaitu
Undang-undang, kebiasaan, dan kepatuhan.
Pembatalan suatu
perjanjian
Dalam syarat-syarat untuk sahnya
apabila suatu syarat objektif tidak terpenuhi, maka perjanjiannya adalah batal
demi hukum (null and void). Dalam hal
yang demikian maka secara yuridis dari semula tidak ada suatu perjanjian dan
tidak ada pula suatu perikatan antara orang-orang yang bermaksud membuat
perjanjian itu. Pihak yang satu tidak dapat menuntut pihak yang lain di muka
hakim, karena dasar hukumnya tidak ada. Hakim ini diwajibkan, karena
jabatannya, menyatakan bahwa tidak pernah ada suatu perjanjian atau perikatan.
Apabila pada waktu pembuatan
perjanjian ada kekurangan mengenai syarat yang subjektif, maka perjanjian itu
bukannya batal demi hukum, tetapi dapat dimintakan pembatalannya (cancelling)
oleh salah satu pihak. Pihak ini adalah pihak yang tidak cakap menurut hukum
dan pihak yang memberikan perijinan atau menyetujui itu secara tidak bebas.
Dalam hukum perjanjian ada tiga sebab yang membuat perjanjian tadi tidak bebas,
yaitu paksaan, kekhilafan, dan penipuan.
Memintanya pembatalan itu oleh pasal
1454 KUHPer dibatasi sampai suatu batas waktu tertentu yaitu 5 tahun, waktu
mana mulai berlaku: dalam halnya ketidakcakapan suatu pihak, sejak orang ini
menjadi cakap menurut hukum, dalam halnya paksaan, sejak hari paksaan itu telah
berhenti. Memang ada dua cara untuk meminta pembatalan perjanjian ini. Pertama,
pihak yang berkepentingan dapat secara aktif yaitu sebagai penggugat meminta
kepada hakim supaya perjanjian itu dibatalkan. Cara yang kedua ialah menunggu
sampai ia digugat di muka hakim untuk memenuhi perjanjian tersebut.
Sumber: